My Archieve

Minggu, 14 Februari 2016

Puisi: "Song of Februari"

Mengapa Februari? 
Cinta lari 
Atau dicuri 
Mungkin terbang bersama peri 

Malah kadang sembunyi 
Dibalik pelangi 
bersama para merpati 
yang terpanah dihati 

Layaknya pagi 
Yang selalu menanti 
Dicumbu mentari 
Lalu menari 

Tapi Februari pun pergi 
Perlahan kan terlupa 
Tak di kenang lagi 
Cinta tak tersisa lagi 

Tak ada yang peduli :) 

Selasa, 11 Agustus 2015

Demokrasi gagal !!!

Mana?
Demokrasi cuma jadi isapan jempol para penguasa..
Mana?
Reformasi cuma jadi drama para badut di senayan..
Mana?
Janji sidang istimewa '98 dan sidang rakyat belum rampung semua..
Mana?
Kini 17 tahun sudah, namun tak satupun oknum diadili atas kasus operasi mawar semanggi..
Mana?
Dimana jiwa para pejuang yang memegang megaphone, spanduk dan bendera, yang hingga parau menertawakan kecongkakan penguasa..
Yang kutahu pasti, mereka damai disana, gugur sebagai pahlawan untuk Indonesia yang sekarang ini!
May heaven blessed their departed soul T_T



Selasa, 23 Juni 2015

Puisi: The lover & The Rascist

Ditengah plural kita berpelukan 
hanya kita.. Hitam 
yang lain putih.. 

Sorot mata itu.. 
Sorot yang tak asing 
sedikit curiga 
Mungkin takut 
Tapi lebih banyak iri 
Seperti terik menembus kaca 
kita terus tenang 
sudah biasa.. Mungkin 

tapi.. 
Masih belum merdeka 
Masih mencoba merdeka 
Lepas dari stigma, lepas dari sang "mereka".. 

Saya tetap aku 
kami bukan kita 
kita belum mereka 
jadi, siapa saya? 

Hitam yang mencoba jadi putih? 
Merasa putih? 
Atau berpura-pura putih?

Senin, 22 Juni 2015

Puisi : Ingin Pulang


Tidak 
harus 
dengan gegap 
atau gempita 
diamdiam saja 
tanpa jasa 
tanpa gelar 
purapura kelar 

mungkin 
ongkos pesawatku 
dari kota ke desa 
lebih mahal 
dari manusia normal 
pengap sendiri 
dalam bagasi 
kaku dalam peti 
berdesakkan dengan koper lain 

tidak 
harus 
dengan tangis 
atau haru 
gali lubang saja 
tanpa pendeta 
tanpa majelis 
cukup purapura menangis 

begitu nyaman di tanah sendiri...

Minggu, 21 Juni 2015

Manado.. 
Kota seribu gereja, mungkin lebih. Tiap desa ada gereja, tiap lima langkah ketemu gereja, bahkan kalo mau, tiap keluarga bisa bikin gereja sendiri, no offence, but it's true. 

Juga terkenal dngan sebutan 3B. Bunaken; bubur mnado; dan bibir mnado. Ya emank ga bisa dipungkiri kalo org2 mnado itu ganteng n cantik. Secara, nenek moyang mreka is an open minded person. buktinya, waktu para pelancong spanyol dtng ke tanah minahasa, mreka diterima dngan baik oleh warga lokal. Kawin-mawin, beberapa bahasa dan bhkan kebudayaan spanyol, misalnya tarian diserap menjadi bhasa dan budaya lokal.
begitupun yg terjadi saat portugis dtng, cina, bahkan belanda, juga jepang. 
Inilah hasilnya, orang mnado terlahir dngan prawakan tinggi, putih, hidung mancung. Sangat jauh berbeda dngan nenek moyang ASLI dri suku minahasa.
Menurut legenda dan cerita rakyat dari pusat kebudyaan, sejarah, dan nilai2 tradisional; kbetulan punya saudara di dinas tsb, disebutkan bahwa nenek moyang org mnado ialah seorang putri kerajaan dari mongol. Luar biasa bukan? 
Ok, sekian saja pelajaran sejarahnya, kita lanjut ke pkok pmbahasan. 
Mnado, dngan berbagai suku, tersebar di tanah sulawesi utara, memiliki agama mayoritas, ya, benar, kristen! Tak perduli ia protestan; khatolik; advent; pantekosta; dan puluhan denominasi greja lainnya. Intinya adalah kita semua adalah org kristen. Namun sadarkah kita? Saat ini kita sedang mengalami kemerosotan dan degradasi nilai2 mendasar dr kekristenan itu sendiri!

Para pemudi, juga ibu2 dan tante2 muda, atau merasa muda, dtng ke greja hanya untuk memamerkan seberapa mahal atau seberapa terbukanya baju yg ia kenakan? Atau seberapa cantik ia mrias wajahnya? Atau seberapa banyak persembahan persepuluhan yg kita beri agar dibaca oleh majelis dengan sumringah pada saat warta jemaat? 
Heii! Wake upp! 

Dimana peran greja saat melihat para pemuda tdk prnah dtng ke greja karna mabuk2an di mlm minggu? Atau mungkin saja para majelisnya pun ikut nongkrong sambil minum2 bersama? 
Apa yg anda pikirkan jika melihat para pemain musik keluar dari ruang greja untuk merokok pada saat doa syafaat? 
Apakah greja hanya berakhir sebagai formalitas semata? Bukan! Lebih parah lagi! Greja hanya menjadi ajang show up dan ladang iri dan benci. Saling menjatuhkan, bukan saling menopang. Bicara dibelakang, bukannya menegor untuk membangun. 
Orang2 berbondong2 ke greja hanya pada saat paskah, natal, dan tahun baru. Untuk apa?? 
Bertobat? Atau Bertemu kawan lama? 
Perayaan2 tanpa makna!! Bukan! Hilang makna!! 

Inikah yg disebut penyakit "Menjadi Mayoritas"? 
Atau mungkin ini sebuah social disorders? 
Entahlah, all that i wanna say is.. 
Tak ada salahnya menjadi mayoritas, maka jadikanlah ke-mayoritas-an ini menjadi sebuah kekuatan positive, bukan akhirnya merusak nilai dan arti sebenarnya dari greja itu sendiri. 
Berubahlah. Seperti Tuhan yg slalu memperbaharuimu setiap hari. 
Jika lingkungan gerejamu tak berubah, mulailah dari dirimu sendiri, jadilah lilin, sekecil apapun nyalamu, namun engkau tetap menerangi sekitarmu yg gelap dan berdampak buat org lain.. 
Mulailah dr hal kecil, misalnya, ajak teman2mu ke greja bersama, dtng lebih awal untuk mempersiapkan hati untuk beribadah, tetap menjaga hubungan pribadi yang baik dengan Allah dan manusia, baca alkitab dan teruslah berdoa. 
Niscaya terang yg kau bawa, mampu menyalakan lilin2 lain yg sedang padam:) 
God bless you manado.. 
I'll always missing your breeze.. ^^

Sabtu, 20 Juni 2015

Puisi : End of the dream, beginning of reality.

Disini seharusnya kuberada 
berlari bersamanya 
melukis hari bersama 

tak cuma mimpi 
tak lagi berkhayal 

inilah akhir penantian 
disini 'kan kuletak hatiku 
biarkan ia bertumbuh 
dan berbunga 

bersamamu 
dalam keabadian :)

Puisi: "Sudah.. cukup.."

Cuma separuh 
Keriaan membelah sepi 
Digawangi hasrat sekilas 
Waktu hujan dihari minggu 

Kiat demi kata merupa fantasi 
Deru rintik beradu aspal 
Kala berteduh melawan dingin dan melankolia 
Sebuah bercak tergenang hanyut susut 

Ingin lama berteduh 
Tapi secepat angin utara 
Seka geliat awan hitam 
Hingga kikis semua asa, lalu pudar 
Terseokseok pulang 

Semua gamang terucap 
Tak perlu diukir atau tersurat 
Hanya 
Diam 
Malu 
Senyum 
Lalu 
Pergi 

Kiranya hanya fana 
Tak lagi menghasrat kini 
Serdadu mengarak jasad kesabaran 
Tak satupun menangis 
Memang tak ada yang harus, perlu atau pantas ditangisi 

Cuma lembaran kusut dan kelam 
Hanyut bersama bercak pelangi digenangan 
Menuju rumah kurakura 
Lembab dan kotor 

Walau purapura 
sempat terkesima aku sedetik 
Paruparu akan tetap mengecap udara 
Tak ada yang perlu dikhawatirkan 
Meski gerimis menyerbu 

Saatnya serdadu pulang 
Peluru dan panah tertancap 
Mungkin robek, tembus sampai ke hati 

Tak ada yang harus, perlu atau pantas ditangisi 
Toh siang masih dimakan senja 
Dan pagi masih datang membakar bulan 

Tak ada yang harus, perlu atau pantas ditangisi